Senin, 05 Maret 2012

MAKAM SUNAN BEJAGUNG, SITUS PENYULUT PELITA MASJIDIL HARAM

Kalau Anda berkunjung ke Tuban, jangan lupa berziarah ke makam Sunan Bejagung. Memang, situs ini tak sepopuler makam Sunan Bonang. Tapi, jangan salah, selain mulai ramai dikunjungi, situs ini juga dikeramatkan orang. Mengapa?
Makam Sunan Bejagung atau Syech Abdullah Asy’ari terletak di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding. Sebuah tanah perdikan wilayah Kabupaten Tuban yang kering dan berbatu. Dari pusat kota yang digelari Bumi Ronggolawe itu hanya berjarak sekitar satu kilometer arah selatan, atau berada dalam satu jalur dengan objek wisata pemandian Bektiharjo.
Situs wisata religi ini dikeramatkan orang lantaran semasa hidupnya Sunan Bejagung dikenal sebagai penyulut pelita dan muadzin di Masjidil Haram. Konon, hanya Sunan Bejagung yang mampu melaksanakan tugas itu. Dan, yang menakjubkan, ketika waktu manjing (masuk) shalat isya’ tiba, Sunan Bejagung sudah kembali berada di tengah ratusan santrinya menjadi imam shalat.
Legenda tersebut hingga kini masih hidup dan dipahami sebagai salah satu kelebihan ulama kelahiran Hadrah Maut atau sekarang disebut Yaman itu.


Sudah Beraspal
Akses jalan menuju dua kompleks pemakaman yang disebut Bejagung Lor (utara) dan Bejagung Kidul (selatan) kini sudah beraspal hotmix.
Di kawasan ini juga terdapat kompleks pemakaman Citro Sunan yang letaknya hanya dibatasi jalan raya jurusan Tuban-Bojonegoro. Sebuah jalur alternatif pada jurusun yang sama ketika jalur Tuban-Surabaya atau jalur bawah mengalami kemacetan.
Menurut KH Dr Abdul Matin SH, penyusun Babad Sunan Bejagung, pada awalnya tidak ada istilah Bejagung Lor dan Kidul. “Karena memang Sunan Bejagung hanya ada satu yakni Syech Maulana Abdullah Asy’ari,” jelas Kiai Matin yang juga pengasuh Ponpes Sunan Bejagung. Diruntut secara garis dzurriyah, Kiai Matin termasuk keturunan ke-12 sunan yang semasa hidupnya dikenal santun dan lemah lembut itu.
Pangeran Kusumo
Sebutan dua nama berbeda itu, papar Kiai Matin, berawal dari kedatangan Pangeran Kusumo Hadiningrat atau Pangeran Sudimoro ke perdikan Bejagung atas perintah Syech Jumadil Kubro untuk memperdalam ilmu ketauhidan kepada Syeh Asy’ari. Karena wara’i-nya, lantas putra keempat Prabu Brawijaya atau Prabu Hayam Wuruk ini dijadikan menantu oleh Sunan Bejagung untuk menikahi salah seorang putrinya, Nyai Faiqoh.
Dalam perjalanannya, putra mahkota Majapahit yang meninggalkan gemerlap cahaya istana dan memilih menjadi santri Sunan Bejagung akibat konflik perebutan kekuasaan antara dua bersaudara Pangeran Wirabumi dan Putri Kusuma Wardani, kemudian berganti nama menjadi Hasyim Alamuddin atau yang kemudian lebih dikenal dengan gelar santrinya Pangeran Penghulu.
“Perdikan Bejagung Kidul inilah yang dulu menjadi pusat penyebaran agama Islam dengan segala aktifitas pesantrennya yang dilakukan oleh Syech Asy’ari,” jelas Kiai Matin yang dikenal balaghah membedah berbagai kitab kuning dan pernah menakhodai NU Tuban sebagai Rais Tanfidziyah selama dua periode beruntun itu.
Dijelaskan Kiai Matin, karena memiliki kemampuan yang dianggap sudah setara dengan Sunan Bejagung, akhirnya seluruh tugas dakwah di Kasunan Bejagung diserahkan kepada Pangeran Penghulu. Itu adalah sebuah penghargaan tertinggi yang diberikan Sunan Bejagung kepada putra mantunya.
Setelah semua tugas dakwah diserahkan kepada menantunya, kemudian Sunan Bejagung memilih uzlah (pindah) ke perdikan Bejagung Lor sampai akhir hayatnya. “Secara tradisi setiap peziarah yang akan melakukan rialat di makam Sunan Bejagung harus dimulai dari makam Bejagung Kidul terlebih dulu. Meski secara personal status maqam kewaliannya lebih tinggi dari Bejagung Lor,” kata Kiai Matin.
Apa yang dilakukan Sunan Bejagung ini mengikuti jejak dan ibarat Rasulullah s.a.w. ketika memiliki menantu Sayyidina Ali. Sabda Rasulullah: ana madinatul ilmu wa Aliyyu babuha. Faman arodal Madinah faya’tiha min babiha (saya ibarat kotanya ilmu, sedangkan Ali adalah pintunya. Maka barangsiapa akan menuju kotahenaklah melalui pintu kota).
Bumi Wali
Sunan Bejagung yang terlahir dengan nama Maulana Abdullah Asy?ari adalah salah satu putra dari Syech Maulana Ibrahim Asmara bin Sayyid Jamaluddin Al Kusaini Al Kubro atau Syech Jamaludin Kubro yang kemudian kesohor dengan panggilan Syech Jumadil Kubro. Keturunan yang melahirkan generasi Wali Songo bersama kakak kandungnya Syech Maulana Ibrahim Asmoro Qodhi yang kelak lebih populer disebut Sunan Gresik.
Keduanya memilih Tuban sebagai rumah terakhir setelah mengemban misi dakwah menyebarkan Islam di Kadipaten (sekarang kabupaten) Tuban dari ayahandanya Syech Jumadil Kubro pasca meredupnya kejayaan kerajaan Pasai.
Dan di bumi Tuban itu pula jasad keduanya disemayamkan, sehingga bumi kabupaten ini kondang dengan sebutan Bumi Wali.
Maulana Ibrahim Asmoro Qodhi (Sunan Gesik) dimakamkan di Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, lima

0 komentar:

Posting Komentar